Kulit coklat tua. Rambut pirang sedikit putih keperakan. Awut-awutan.
Lipstik putih. Pewarna mata pastel. Bulu mata palsu. Lensa kontak biru. Perona wajah berkerlip-kerlip.
Baju tank top. Sepatu hak tebal. Rok mini warna-warni. Gelang. Cincin. Kalung. Tas Gucci. Ikat pinggang Chanel. Telepon genggam terbaru warna pink.
Ya, yamamba!
Yamamba adalah sebutan untuk gaya fashion gadis-gadis Jepang yang mulai marak sejak tahun 1999 dan terus hidup hingga kini. Gaya ini bermula dari gaya fashion ganguro. Yang paling mencolok dari gaya fashion yamamba adalah warna kulit gelap (untuk mendapatkan warna kulit gelap ini, gadis-gadis yamamba biasa pergi ke tanning salon 3-4 kali seminggu) dengan make up serba tebal dan polesan lipstik berwarna putih. Yamamba kemudian juga digunakan sebagai sebutan bagi gadis-gadis Jepang yang berdandan seperti gambaran (dan foto) dibawah.
Istilah yamamba sendiri awalnya berasal dari kata Yama-uba, nama tukang sihir perempuan yang konon hidup di lembah-lembah pegunungan yang ada di dalam cerita rakyat Jepang. Yama-uba berwajah buruk. Bermuka pucat. Rambutnya putih keperakan. Awut-awutan. Bajunya compang-camping.
Gambaran visual inilah yang kemudian melahirkan gaya fashion yamamba saat ini.
Gaya fashion yamamba awalnya lahir di Shibuya, Tokyo, pusat street fashion dan kiblat budaya pop anak muda Jepang. Dari sana, gerakan budaya baru ini merambah kota-kota besar di Jepang seperti Osaka, Nagoya, Yokohama dan Kyoto. Di Osaka pusatnya adalah Namba dan Umeda. Di Nagoya, ada di Sakae dan Nagoya Eki. Di Yokohama bisa ditemui di Minato Mirai dan Yokohama Eki. Di Kyoto bisa ditemui di Shijo dan Kawaramachi. Yamamba juga banyak ditemui di kota-kota lain di Jepang.
Jika ditilik lebih dalam, yamamba sebenarnya tidak sekedar gaya berpakaian. Ia adalah juga gaya hidup, yakni gaya hidup anak-anak muda era milenial yang terlahir ketika Jepang sudah menjadi sebuah negara yang makmur. Berbeda dengan ayah, ibu atau bahkan kakek nenek mereka, gadis-gadis yamamba tidak pernah merasakan beratnya bekerja di ladang atau bekerja di kantor hingga larut malam. Bagi gadis-gadis yamamba, hidup adalah kemudahan dan kesenangan.
Gadis-gadis yamamba dikenal dengan gaya hidup having fun. Yang penting happy. Mereka menikmati hidup dengan shopping, berbelanja barang-barang branded, jalan-jalan, menghabiskan waktu di mall, makan-makan di resto mahal, atau sekedar hang out dengan kelompoknya. Yamamba juga secara sadar melawan gaya hidup gila kerja bangsa Jepang, atau karoshi, yang terkenal berlebihan.
Selain itu, yamamba adalah juga simbol perlawanan budaya. Ia melawan, dengan terang-terangan, keyakinan bangsa Jepang sebagai bangsa yang homogen: bangsa Asia berkulit kuning, berambut hitam legam dan bermata sipit.
Bangsa yang seragam.
Sebagai sebuah perlawanan budaya, yamamba sengaja membedakan diri dengan budaya dominan bangsa Jepang. Mereka membangun domain sosial mereka sendiri. Mereka punya aturan tata-krama tersendiri yang berusaha melawan tata-krama Ketimuran. Mereka punya bahasa sendiri. Mereka bahkan juga punya tarian ritual sendiri yang disebut para-para. Gerakannya sederhana. Sekilas mirip tari Makarena. Atau Poco-Poco di Indonesia.
Oleh sebagian besar media Jepang (dan juga golongan konservatif) yamamba seringkali dicitrakan secara negatif. Kehidupan bebas mereka sering disebut sebagai muara maraknya seks bebas dan bisnis prostitusi di Jepang. Faktanya memang begitu. Banyak gadis-gadis yamamba yang terjebak kehidupan malam dan bahkan melacurkan diri demi mengikuti tuntutan gaya hidup mereka.
Sementara itu kalangan moderat di Jepang melihat yamamba tak lebih sebagai satu dari banyak produk budaya pop Jepang. Lihatlah Harajuku Style, manga (komik), J-Pop, karaoke ataupun Nintendo. Jepang adalah kiblat budaya pop, dan yamamba hanyalah salah satu produk budaya pop Jepang. Bagi kalangan ini tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Entahlah.
Barangkali memang benar bahwa yamamba hanyalah sekedar bagian dari budaya pop Jepang.
Atau, dengan diam-diam, barangkali yamamba juga sedang melakukan sebuah perlawanan budaya.
Mereka melawan dengan caranya sendiri.
Sebuah perlawanan yang seksi.
Photo credit: France-Japon.net
Leave a Reply